Sabtu, 05 September 2020

Awas!!! Live Streaming Di Sosmed Bisa DiTangkap?

Seperti yang telah kita ketahui Bersama jika pihak dari stasiun tv Indonesia yaitu INews dan RCTI baru-baru ini telah mengajukan gugatan terkait siaran yang dilakukan melalui internet.

Awas!!! Live Streaming Di Sosmed Bisa DiTangkap?

Pihak dari RCTI dan iNews TV itu mendaftarkan gugatan uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke MK pada Juni lalu. Pemohon mendalilkan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran memberi perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional  dan yang menggunakan Internet.

Penyelenggara penyiaran konvensional menggunakan spektrum frekuensi radio. Sementara yang menggunakan Internet yang dimaksud adalah penyelenggara penyiaran yang menggunakan Internet seperti layanan over the top (OTT).

Menurut iNews dan RCTI, perlakuan berbeda itu lantaran tidak terdapat kepastian hukum penyiaran. Terutama bagi mereka yang menggunakan Internet tiak masuk ke dalam definisi penyiaran seperti diatur Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran atau tidak. Sementara sampai saat ini OTT tidak terikat dalam UU Penyiaran sehingga tidak harus memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia.

Selain itu juga tidak ada kewajiban OTT atau over on top untuk tunduk pedoman perilaku penyiaran dan standar program penyiaran dalam membuat konten. Hal ini yang membuat OOT terhindar dari sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut apabila gugatan RCTI terkait uji materi Undang-Undang Penyiaran dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi maka masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran langsung dalam platform media sosial.

Perluasan definisi penyiaran akan berbuntut panjang. Kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live diwajibkan dilakukan dengan izin. “Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin,” ujar Ahmad M Ramli. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo ini menyampaikan secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/8/2020).

Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Selanjutnya perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal. Mereka harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana. Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran. Tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan Internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran. Ini juga akan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.

Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.

Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Wibowo ikut buka suara mengenai gugatan RCT dan iNews terhadap UU Penyiaran. Apa katanya?

Menurut Dradjad, langkah itu tidak oke; menurutnya, harusnya televisi memperkuat konten agar bisa bersaing dengan kreativitas para pembuat konten yang siaran melalui internet.

Dradjad mengatakan apa yang RCTI lakukan seperti menentang arus perkembangan teknologi informasi, pembuatan konten. “Di seluruh dunia ya ada dua, melalui jalur frekuensi penyiaran biasa dan internet,” kata Dradjad, Minggu (30/8/2020).

Langkah RCTI ini, menurut Dradjad, juga bisa merugikan anak muda kreatif untuk membuat siaran sendiri dengan konten yang kreatif. Menutup anak muda Indonesia kreatif. Sementara anak muda di negara lain, tetap bisa kreatif. “Ini tentu sangat merugikan anak muda kita yang kreatif,” ungkapnya.

Harus disadari bahwa untuk mendapatkan izin frekuensi membutuhkan prosedur yang panjang dan biaya yang tidak sedikit. "Ini yang mungkin membuat RCTI merasa lapangannya tidak sama. Satu sisi harus ada izin, di sisi lain orang lebih bebas. Tapi ini adalah keniscayaan sebuah kemajuan tehnologi,” papar politikus PAN ini.

Dalam kondisi sekarang hal yang menjadi kunci di sektor frekuensi tradisional, menurut Dradjad, adalah  melakukan adaptas. Lembaga-lembaga penyiaran tradisional di negara lain terbukti bisa bertahan. Malahan bisa lebih bagus. "Contohnya Channel 7, Channel 9 di Australia, kemudian di Amerika juga banyak yang bisa bertahan,” ungkap dia.

Kuncinya memang harus bisa beradaptasi dan tentu harus membuat konten bagus dan menarik, yang membuat orang tidak mudah mendaoatkannya di jalur internet.

“Supaya RCTI tetap oke, maka justru bagaimana RCTI itu membuat konten, yang tidak didominasi konten yang tidak membuat orang pintar,” kata Dradjad.

Dijelaskannya, saat ini banyak didominasi oleh konten televisi yang membuat orang bodoh. Contohnya banyak sinetron-sinetron yang membuat orang bodoh, dengan dialog maupun cerita yang membuat orang bodoh. Juga acara-acara hiburan yang juga membuat orang tidak pintar.

“Harusnya televisi bisa membuat konten kreatif yang tidak hanya mengimpor dari luar. Indonesia bisa kok. Dulu ada sinetron ‘Losmen’ yang menarik,” kata Dradjad.

Dradjad sepakat dengan argumentasi yang disampaikan Kominfo bahwa itu antara siaran frekuensi dan internet adalah jalur yang berbeda. Dan untuk konten di internet ada pengaturan lain. “Saya sepakat konten di internet juga harus diawasi supaya tidak merusak moral dan membuat bodoh bangsa ini. Cuma caranya bukan di UU Penyiaran, tetapi di tempat lain,” ungkap Dradjad.

Menurut saya pribadi jika aturan itu disahkan nantinya akan sangat merugikan konten creator. Mengapa?

Missal konten creator youtube membuat sebuah video dan diupload di youtube dan video itu terdeteksi melanggar aturan dari mereka,, mereka akan melayangkan teguran kepada pihak youtube. Dan selanjutnya apa yang terjadi?

Pasti dari pihak youtube akan menegur si pembuat video yang terdeteksi melanggar aturan tsb. Bahkan bisa jadi aturan itu juga akan menjadi aturan baru di platform youtube yang tentunya akan sangat memberatkan konten creator Indonesia, aturan dari youtube yang sekarang saja sudah berat bagaiman jika ditambah aturan OOT dari RCTI itu?

Previous Post
Next Post

0 Post a Comment: